ARTICLE AD BOX
Lantaran regulasi saat ini belum cukup melindungi hak pencipta lagu dan seniman lainnya di era digital. Melly menyoroti pengalaman pribadinya sebagai pencipta lebih dari 600 lagu yang hingga kini belum diakui sebagai aset bernilai secara finansial.
“Saya ingin lagu-lagu saya menjadi warisan berharga untuk anak cucu saya. Tapi di Indonesia, lagu belum bisa dijadikan jaminan finansial seperti rumah atau mobil,” ujar Melly dalam Forum Legislasi bertema RUU Perubahan atas UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Demi Lindungi Hak Pencipta di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (4/3).
Tak hanya itu, ia juga menyoroti transparansi pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Melly mengaku, pernah mendapat royalti tak masuk akal, berkisar Rp 90.000 hingga Rp 135.000, tanpa penjelasan yang jelas. “Pertanyaan saya soal nominal ini tak bisa dijawab dengan transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Untuk itu, Melly menekankan, bahwa negara harus hadir untuk memastikan tata kelola hak cipta yang lebih baik, termasuk dengan regulasi yang relevan di era digital. Kemudian, transparansi royalti dan sanksi bagi LMK yang tidak akuntabel. Lalu pengakuan hak cipta dalam aset digital seperti game dan metaverse, perlindungan bagi original singer yang membesarkan lagu-lagu hits serta penegakan hukum tegas terhadap pelanggaran hak cipta di platform digital
Ia juga menyinggung bagaimana Korea Selatan berhasil menjadikan K-pop sebagai ‘senjata budaya’ di dunia, sementara Indonesia dengan kekayaan seni yang luar biasa masih tertinggal dalam regulasi. Oleh karena itu, Melly bertekad mendorong revisi UU Hak Cipta agar seniman mendapatkan haknya secara layak.
Dia meminta dukungan dari pemerintah, Partai Gerindra, serta Presiden Prabowo Subianto, agar regulasi ini segera diperbarui demi masa depan industri kreatif Indonesia. ‘Saya ingin perubahan ini terjadi bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua pencipta dan anak cucu mereka di masa depan,” papar Melly.
Dukungan dari berbagai pihak pun, akan menentukan nasib revisi ini. Jika disahkan, bisa menjadi langkah besar bagi para seniman Indonesia di era digital. Sedangkan Praktisi Media, John Andhi Oktaveri menyatakan, media perlu pula memberikan dukungan dengan menyuarakan hak-hak para seniman. “Media perlu menyuarakan hak-hak para seniman. Tidak hanya media, para delegasi-delegasi seni yang ada di DPR juga harus ikut mengambil peran yang kuat sehingga media juga ikut memberikan dukungan. Kehadiran negara diperlukan pula, sehingga industri kreatif kita berkembang pesat,” imbuh John. k22