ARTICLE AD BOX
“Kami harus melakukan revisi Undang-Undang Pemilu bukan hanya pada sistem metode penghitungannya, bukan hanya masalah per dapil (daerah pemilihan), bukan hanya masalah threshold atau lain-lainnya, tetapi juga masalah-masalah lain, seperti money politics-nya,” kata Dede saat memimpin jalannya rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).
Hal itu disampaikan Dede Yusuf saat memimpin jalannya rapat dengar pendapat umum bersama sejumlah pakar terkait pandangan dan masukan terhadap sistem politik dan sistem pemilu untuk revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Dede mengatakan bahwa di sejumlah wilayah terjadi hal-hal transaksional demi memenangkan pesta demokrasi. “Cost of money-nya kami menganggap itu semakin lama semakin membesar,” ujar Dede.
Bahkan, pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 yang baru saja dilaksanakan menjadi preseden terburuk dari jalannya pemilihan umum secara langsung di tanah air. “Karena hampir semua mengatakan pemilu kemarin adalah pemilu yang paling brutal dan paling transaksional,” ujarnya.
Senada dengan Dede, anggota Komisi II DPR RI Edi Oloan Pasaribu mengatakan ada dua isu besar yang perlu mendapatkan perhatian dalam merevisi undang-undang kepemiluan, yakni politik uang dan netralitas. “Untuk money politics dan netralitas, bagaimanapun sistemnya kita bangun, kita bentuk, itu tidak akan terjadi perubahan yang radikal kalau tidak (ada perubahan) perilakunya,” katanya.
Dia memandang desain sistem pemilu sebaik apa pun pada akhirnya akan menjadi percuma sebab bergantung pada perilaku penyelenggara pemilu hingga peserta pemilu itu sendiri. “Karena saya percaya betul peribahasa yang bilang the right system will produce the right result, sistem yang baik (akan) menghasilkan hasil yang baik, tetapi kalau yang menjalankan sistemnya juga enggak baik, susah ini,” tutur Edi.
Edi menambahkan, “Jadi, kita lahir dari rahim demokrasi yang brutal (Pemilu) 2024, kita sepakat, karena diskusi juga gini kalau kita tidak setop money politics akan ada namanya istilah saya sebut inflasi demokrasi, 2029 semakin besar nanti.
Sementara Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menyoroti pula aspek moralitas lembaga penyelenggara pemilu. Dia menekankan pentingnya perbaikan perilaku penyelenggara dan pengawas pemilu yang disebutnya sebagai faktor internal, di atas pembenahan sistem kepemiluan di tanah. “Ketika penyelenggara dan pengawas yang menjadi bagian dari kerusakan itu, gimana sih ngatasin itu, kalau kita mau bicara memperbaiki pemilu? Karena tidak ada sistem pemilu apa pun yang bisa dikatakan sempurna bahkan mendekati sempurna, tidak akan ada,” kata Deddy.n ant