ARTICLE AD BOX
Koordinator Semeton Rabies, I Putu Budi Artana (35), mengatakan bahwa proses pembuatan Ogoh-Ogoh sudah dimulai sejak pertengahan Desember 2024. Tema yang diusung, Camra Wangsul, dipilih sebagai bentuk kepedulian terhadap hewan, khususnya anjing.
“Setiap tahun kami mengangkat karakter anjing karena nama komunitas kami 'Rabies' memang identik dengan anjing. Tema ini juga lahir dari keprihatinan terhadap banyaknya kasus peracunan dan penyiksaan hewan,” ujar pria yang akrab disapa Perak ini.
Berbeda dari Sekaa Teruna (ST) di bawah Banjar, Semeton Rabies merupakan komunitas non-organisasi desa adat, sehingga tidak mengikuti perlombaan resmi. Namun demikian, mereka tetap konsisten mengarak Ogoh-Ogoh setiap malam pangerupukan sebagai bentuk pelestarian budaya.
“Walaupun kami bukan ST dan tidak ikut lomba, malam pangerupukan adalah momentum budaya tahunan yang selalu kami ikuti,” tambah Perak.
Menurutnya, perkembangan seni Ogoh-Ogoh di Denpasar mengalami lonjakan signifikan pasca pandemi Covid-19, terutama dengan kembalinya konsep lomba bebas yang mendorong kreativitas lebih tinggi dari para yowana.
Namun, Perak juga menggarisbawahi pentingnya evaluasi, terutama terkait insiden pembakaran Ogoh-Ogoh yang pernah terjadi. “Saya rasa perlu pemasangan CCTV di area banjar. Jika ada pelaku perusakan atau pembakaran, bisa segera dilaporkan ke polisi. Kadang rasa iri antar-banjar juga jadi pemicu konflik,” katanya.
Terkait bahan baku, Semeton Rabies mendukung kembalinya penggunaan bahan ramah lingkungan. Ia menyebut ulatan (anyaman bambu dan kertas) sebagai pilihan yang lebih hemat dan ramah lingkungan dibandingkan gabus.
“Ulatan lebih murah, tidak menghasilkan banyak sampah, dan tidak mencemari udara. Gabus mahal, susah terurai, dan kalau dibakar bisa berbahaya,” tegasnya.
Semangat mereka juga tetap menyala meski pandemi sempat memaksa tradisi pengerupukan terhenti. Kini, Ogoh-Ogoh kembali dibuat dengan tambahan teknologi seperti mesin dan pemanfaatan bahan daur ulang, seperti dedaunan kering, plastik, hingga kaca bekas.
Menanggapi isu penggunaan sound system, Perak menyebut bahwa komunitas seperti Semeton Rabies siap mendukung pelestarian budaya Bali, termasuk soal iringan musik.
“Kami berharap ada solusi bagi komunitas seperti kami agar tetap bisa mengiringi Ogoh-Ogoh di malam pangerupukan. Kami ini pencinta seni, tidak mungkin merusak budaya Bali hanya karena hal sepele,” tutupnya. *m03